Inside every older lady is a younger lady -- wondering what the hellhappened.
-Cora Harvey Armstrong-
Inside me lives a skinny woman crying to get out. But I can usually shut her up with cookies.
The hardest years in life are those between ten and seventy.
-Helen Hayes (at 73)-
I refuse to think of them as chin hairs. I think of them as strayeyebrows.
-Janette Barber-
Things are going to get a lot worse before they get worse.
-Lily Tomlin-
A male gynecologist is like an auto mechanic who never owned a car.
-Carrie Snow-
Laugh and the world laughs with you. Cry and you cry with yourgirlfriends.
-Laurie Kuslansky-
My second favorite household chore is ironing. My first being, hitting my head on the top bunk bed until I faint.
-Erma Bombeck-
Old age ain't no place for sissies.
-Bette Davis-
A man's got to do what a man's got to do! A woman must do what hecan't.
-Rhonda Hansome-
The phrase "working mother" is redundant.
-Jane Sellman-
Every time I close the door on reality, it comes in through the windows.
-Jennifer Unlimited-
Whatever women must do, they must do twice as well as men to be thoughthalf as good. Luckily, this is not difficult.
-Charlotte Whitton-
Thirty-five is when you finally get your head together and your bodystarts falling apart.
-Caryn Leschen-
I try to take one day at a time -- but sometimes several days attack meat once.
-Jennifer Unlimited-
If you can't be a good example -- then you'll just have to be a horriblewarning.
-Catherine-
When I was young, I was put in a school for retarded kids for two yearsbefore they realized I actually had a hearing loss. And they called MEslow!
-Kathy Buckley-
I'm not offended by all the dumb blonde jokes because I know I'm notdumb -- and I'm also not blonde.
-Dolly Parton-
If high heels were so wonderful, men would still be wearing them.
-Sue Grafton-
I'm not going to vacuum 'til Sears makes one you can ride on.
-Roseanne Barr-
When women are depressed, they either eat or go shopping. Men invadeanother country..
-Elayne Boosler-
Behind every successful man is a surprised woman.
-Maryon Pearson-
In politics, if you want anything said, ask a man. If you want anythingdone, ask a woman.
-Margaret Thatcher-
I have yet to hear a man ask for advice on how to combine marriage and acareer.
-Gloria Steinem-
I am a marvelous housekeeper. Every time I leave a man, I keep hishouse..
-Zsa Zsa Gabor-
Nobody can make you feel inferior without your permission.
-Eleanor Roosevelt-
Saturday, December 13, 2008
Tuesday, February 25, 2003
Metode Managemen Stress
Seorang dosen sedang memberikan kuliah tentang Manajemen Stres. Dia mengangkat segelas air dan bertanya kepada mahasiswanya "Seberapa berat anda kira segelas air ini?"
Mahasiswa menjawab mulai dari 20 gr sampai 500 gr. "Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya. Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya. Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat".
"Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya".
"Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi".
Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi. Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok.
Apapun beban yang ada di pundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi......
Hidup ini singkat, jadi cobalah menikmatinya!!
Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat, atau disentuh, tapi hanya dapat dirasakan jauh di relung hati anda.
Seorang dosen sedang memberikan kuliah tentang Manajemen Stres. Dia mengangkat segelas air dan bertanya kepada mahasiswanya "Seberapa berat anda kira segelas air ini?"
Mahasiswa menjawab mulai dari 20 gr sampai 500 gr. "Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya. Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya. Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat".
"Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya".
"Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi".
Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi. Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok.
Apapun beban yang ada di pundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi......
Hidup ini singkat, jadi cobalah menikmatinya!!
Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat, atau disentuh, tapi hanya dapat dirasakan jauh di relung hati anda.
Monday, February 24, 2003
Pelajaran Penting
Pelajaran Penting - 1
Pada bulan ke-2 diawal kuliah saya, seorang Profesor memberikan quiz mendadak pada kami. Karena kebetulan cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, saya cukup cepat menyelesaikan soal-soal quiz, sampai pada soal yang terakhir.
Isi Soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ?. Saya yakin soal ini cuma "bercanda". Saya sering melihat perempuan ini. Tinggi, berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya tahu nama depannya... ? Saya kumpulkan saja kertas ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong. Sebelum kelas usai, seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan "dihitung" atau tidak. "Tentu Saja Dihitung !!" kata si Profesor. "Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting !. Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas "hallo"!
Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah "Dorothy".
Pelajaran Penting-2 Penumpang yang Kehujanan
Malam itu, pukul setengah dua belas malam. Seorang wanita negro rapi yang sudah berumur, sedang berdiri di tepi jalan tol Alabama. Ia nampak mencoba bertahan dalam hujan yang sangat deras, yang hampir seperti badai. Mobilnya kelihatannya lagi rusak, dan perempuan ini sangat ingin menumpang mobil. Dalam keadaan basah kuyup, ia mencoba menghentikan setiap mobil yang lewat.
Mobil berikutnya dikendarai oleh seorang pemuda bule, dia berhenti untuk menolong ibu ini. Kelihatannya si bule ini tidak paham akan konflik etnis tahun 1960- an, yaitu pada saat itu. Pemuda ini akhirnya membawa si ibu negro selamat hingga suatu tempat, untuk mendapatkan pertolongan, lalu mencarikan si ibu ini taksi.
Walaupun terlihat sangat tergesa-gesa, si ibu tadi bertanya tentang alamat si pemuda itu, menulisnya, lalu mengucapkan terima kasih pada si pemuda. 7 hari berlalu, dan tiba-tiba pintu rumah pemuda bule ini diketuk Seseorang. Kejutan baginya, karena yang datang ternyata kiriman sebuah televisi set besar berwarna
(1960-an !) khusus dikirim kerumahnya. Terselip surat kecil tertempel di televisi, yang isinya adalah :
" Terima kasih nak, karena membantuku di jalan Tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi bajuku, tetapi juga jiwaku. Untung saja anda datang dan menolong saya. Karena pertolongan anda, saya masih sempat untuk hadir disisi suamiku yang sedang sekarat... hingga wafatnya. Tuhan memberkati anda, karena membantu saya dan tidak mementingkan dirimu pada saat itu"
Tertanda
Ny. Nat King Cole
Catatan : Nat King Cole, adalah penyanyi negro tenar thn. 60-an di USA
Pelajaran penting ke-3
Selalulah perhatikan dan ingat, pada semua yang anda layani.
Di zaman es-krim khusus (ice cream sundae) masih murah, seorang anak laki-laki umur 10-an tahun masuk ke Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja.Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih dihadapannya. Anak ini kemudian bertanya " Berapa ya,... harga satu ice cream sundae katanya. "50 sen..." balas si pelayan. Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung dan mempelajari koin-koin di kantongnya.... "Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa ?" katanya lagi. Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak... dan pelayan ini mulai tidak sabar. "35 sen" kata si pelayan sambil uring-uringan. Anak ini mulai menghitungi dan mempelajari lagi koin-koin yang tadi dikantongnya. "Bu... saya pesen yang ice cream biasa saja ya..." ujarnya. Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice-cream, bayar di kasir,
dan pergi.
Ketika si Pelayan wanita ini kembali untuk membersihkan meja si anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu. Rapi tersusun disamping piring kecilnya yang kosong, ada 2 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen. Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa pesan Ice-cream Sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang "layak"
Pelajaran penting ke-4 - Penghalang di Jalan Kita
Zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat apakah ada yang mau menyingkirkan batu itu dari jalan. Beberapa pedagang ter-kaya yang menjadi rekanan raja tiba ditempat, untuk berjalan melingkari batu besar tersebut. Banyak juga yang datang, kemudian memaki-maki sang Raja, karena tidak membersihkan jalan dari rintangan. Tetapi tidak ada satupun yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu.
Kemudian datanglah seorang petani, yang menggendong banyak sekali sayur mayur. Ketika semakin dekat, petani ini kemudian meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu itu kepinggir jalan. Setelah banyak mendorong dan mendorong, akhirnya ia berhasil menyingkirkan batu besar itu.
Ketika si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata ditempat batu tadi ada kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja. Surat yang mengatakan bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari jalan. Petani ini kemudian belajar, satu pelajaran yang kita tidak pernah bisa mengerti.
Bahwa pada dalam setiap rintangan, tersembunyi kesempatan yang bisa dipakai untuk memperbaiki hidup kita.
Pelajaran penting ke-5 - Memberi, ketika dibutuhkan
Waktu itu, ketika saya masih seorang sukarelawan yang bekerja di sebuah rumah sakit, saya berkenalan dengan seorang gadis kecil yang bernama Liz, seorang penderita satu penyakit serius yang sangat jarang. Kesempatan sembuh, hanya ada pada adiknya, seorang pria kecil yang berumur 5 tahun, yang secara mujizat sembuh dari penyakit yang sama. Anak ini memiliki antibodi yang diperlukan untuk melawan penyakit itu.Dokter kemudian mencoba menerangkan situasi lengkap medikal tersebut ke anak kecil ini, dan bertanya apakah ia siap memberikan darahnya kepada kakak perempuannya. Saya melihat si kecil itu ragu-ragu sebentar, sebelum mengambil nafas
panjang dan berkata "Baiklah... Saya akan melakukan hal tersebut.... asalkan itu bisa menyelamatkan kakakku".
Mengikuti proses tranfusi darah, si kecil ini berbaring di tempat tidur, disamping kakaknya. Wajah sang kakak mulai memerah, tetapi wajah si kecil mulai pucat dan senyumnya menghilang.Si kecil melihat ke dokter itu, dan bertanya dalam suara yang bergetar... katanya
"Apakah saya akan langsung mati dokter... ?" Rupanya si kecil sedikit salah pengertian. Ia merasa, bahwa ia harus menyerahkan semua darahnya untuk menyelamatkan jiwa kakaknya.
Lihatlah... bukankah pengertian dan sikap adalah segalanya....
Pelajaran Penting - 1
Pada bulan ke-2 diawal kuliah saya, seorang Profesor memberikan quiz mendadak pada kami. Karena kebetulan cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, saya cukup cepat menyelesaikan soal-soal quiz, sampai pada soal yang terakhir.
Isi Soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ?. Saya yakin soal ini cuma "bercanda". Saya sering melihat perempuan ini. Tinggi, berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya tahu nama depannya... ? Saya kumpulkan saja kertas ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong. Sebelum kelas usai, seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan "dihitung" atau tidak. "Tentu Saja Dihitung !!" kata si Profesor. "Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting !. Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas "hallo"!
Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah "Dorothy".
Pelajaran Penting-2 Penumpang yang Kehujanan
Malam itu, pukul setengah dua belas malam. Seorang wanita negro rapi yang sudah berumur, sedang berdiri di tepi jalan tol Alabama. Ia nampak mencoba bertahan dalam hujan yang sangat deras, yang hampir seperti badai. Mobilnya kelihatannya lagi rusak, dan perempuan ini sangat ingin menumpang mobil. Dalam keadaan basah kuyup, ia mencoba menghentikan setiap mobil yang lewat.
Mobil berikutnya dikendarai oleh seorang pemuda bule, dia berhenti untuk menolong ibu ini. Kelihatannya si bule ini tidak paham akan konflik etnis tahun 1960- an, yaitu pada saat itu. Pemuda ini akhirnya membawa si ibu negro selamat hingga suatu tempat, untuk mendapatkan pertolongan, lalu mencarikan si ibu ini taksi.
Walaupun terlihat sangat tergesa-gesa, si ibu tadi bertanya tentang alamat si pemuda itu, menulisnya, lalu mengucapkan terima kasih pada si pemuda. 7 hari berlalu, dan tiba-tiba pintu rumah pemuda bule ini diketuk Seseorang. Kejutan baginya, karena yang datang ternyata kiriman sebuah televisi set besar berwarna
(1960-an !) khusus dikirim kerumahnya. Terselip surat kecil tertempel di televisi, yang isinya adalah :
" Terima kasih nak, karena membantuku di jalan Tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi bajuku, tetapi juga jiwaku. Untung saja anda datang dan menolong saya. Karena pertolongan anda, saya masih sempat untuk hadir disisi suamiku yang sedang sekarat... hingga wafatnya. Tuhan memberkati anda, karena membantu saya dan tidak mementingkan dirimu pada saat itu"
Tertanda
Ny. Nat King Cole
Catatan : Nat King Cole, adalah penyanyi negro tenar thn. 60-an di USA
Pelajaran penting ke-3
Selalulah perhatikan dan ingat, pada semua yang anda layani.
Di zaman es-krim khusus (ice cream sundae) masih murah, seorang anak laki-laki umur 10-an tahun masuk ke Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja.Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih dihadapannya. Anak ini kemudian bertanya " Berapa ya,... harga satu ice cream sundae katanya. "50 sen..." balas si pelayan. Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung dan mempelajari koin-koin di kantongnya.... "Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa ?" katanya lagi. Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak... dan pelayan ini mulai tidak sabar. "35 sen" kata si pelayan sambil uring-uringan. Anak ini mulai menghitungi dan mempelajari lagi koin-koin yang tadi dikantongnya. "Bu... saya pesen yang ice cream biasa saja ya..." ujarnya. Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice-cream, bayar di kasir,
dan pergi.
Ketika si Pelayan wanita ini kembali untuk membersihkan meja si anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu. Rapi tersusun disamping piring kecilnya yang kosong, ada 2 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen. Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa pesan Ice-cream Sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang "layak"
Pelajaran penting ke-4 - Penghalang di Jalan Kita
Zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat apakah ada yang mau menyingkirkan batu itu dari jalan. Beberapa pedagang ter-kaya yang menjadi rekanan raja tiba ditempat, untuk berjalan melingkari batu besar tersebut. Banyak juga yang datang, kemudian memaki-maki sang Raja, karena tidak membersihkan jalan dari rintangan. Tetapi tidak ada satupun yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu.
Kemudian datanglah seorang petani, yang menggendong banyak sekali sayur mayur. Ketika semakin dekat, petani ini kemudian meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu itu kepinggir jalan. Setelah banyak mendorong dan mendorong, akhirnya ia berhasil menyingkirkan batu besar itu.
Ketika si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata ditempat batu tadi ada kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja. Surat yang mengatakan bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari jalan. Petani ini kemudian belajar, satu pelajaran yang kita tidak pernah bisa mengerti.
Bahwa pada dalam setiap rintangan, tersembunyi kesempatan yang bisa dipakai untuk memperbaiki hidup kita.
Pelajaran penting ke-5 - Memberi, ketika dibutuhkan
Waktu itu, ketika saya masih seorang sukarelawan yang bekerja di sebuah rumah sakit, saya berkenalan dengan seorang gadis kecil yang bernama Liz, seorang penderita satu penyakit serius yang sangat jarang. Kesempatan sembuh, hanya ada pada adiknya, seorang pria kecil yang berumur 5 tahun, yang secara mujizat sembuh dari penyakit yang sama. Anak ini memiliki antibodi yang diperlukan untuk melawan penyakit itu.Dokter kemudian mencoba menerangkan situasi lengkap medikal tersebut ke anak kecil ini, dan bertanya apakah ia siap memberikan darahnya kepada kakak perempuannya. Saya melihat si kecil itu ragu-ragu sebentar, sebelum mengambil nafas
panjang dan berkata "Baiklah... Saya akan melakukan hal tersebut.... asalkan itu bisa menyelamatkan kakakku".
Mengikuti proses tranfusi darah, si kecil ini berbaring di tempat tidur, disamping kakaknya. Wajah sang kakak mulai memerah, tetapi wajah si kecil mulai pucat dan senyumnya menghilang.Si kecil melihat ke dokter itu, dan bertanya dalam suara yang bergetar... katanya
"Apakah saya akan langsung mati dokter... ?" Rupanya si kecil sedikit salah pengertian. Ia merasa, bahwa ia harus menyerahkan semua darahnya untuk menyelamatkan jiwa kakaknya.
Lihatlah... bukankah pengertian dan sikap adalah segalanya....
KOPI ASIN....
Seorang pria bertemu dengan seorang gadis di sebuah pesta, si gadis tampil luar biasa cantiknya, banyak lelaki yang mencoba mengejar si gadis. Si pria sebetulnya tampil biasa saja dan tak ada yang begitu memperhatikan dia, tapi pada saat pesta selesai dia memberanikan diri mengajak si gadis untuk sekedar mencari minuman hangat. Si gadis agak terkejut, tapi karena kesopanan si pria itu, si gadis mengiyakan ajakannya. Dan mereka berdua akhirnya duduk di sebuah coffee shop, tapi si pria sangat gugup untuk berkata apa-apa dan si gadis mulai merasa tidak nyaman dan berkata, "Kita pulang aja yuk...?!?".
Namun tiba-tiba si pria meminta sesuatu pada sang pramusaji, "Bisa minta garam buat kopi saya?" Semua orang yang mendengar memandang dengan ke arah si pria, aneh sekali! Wajahnya berubah merah, tapi tetap saja dia memasukkan garam tersebut ke dalam kopinya dan meminumnya. Si gadis dengan penasaran bertanya, "Kenapa kamu bisa punya hobi seperti ini?" Si pria menjawab, "Ketika saya kecil, saya tinggal di daerah pantai dekat laut, saya suka bermain di laut, saya dapat merasakan rasanya laut, asin dan sedikit menggigit, sama seperti kopi asin ini. Dan setiap saya minum kopi asin, saya selalu ingat masa kanak-kanak saya, ingat kampung halaman, saya sangat rindu kampung halaman saya, saya kangen orang tua saya yang masih tinggal di sana." Begitu berkata kalimat terakhir, mata si pria mulai berkaca-kaca, dan si gadis sangat tersentuh akan perasaan tulus dari ucapan pria di hadapannya itu. Si gadis berpikir bila seorang pria dapat bercerita bahwa ia rindu kampung halamannya, pasti pria itu mencintai rumahnya, perduli akan rumahnya dan mempunyai tanggung jawab terhadap rumahnya. Kemudian si gadis juga mulai berbicara, bercerita juga tentang kampung halamannya nun jauh di sana, masa kecilnya, dan keluarganya.
Suasana kaku langsung berubah menjadi sebuah perbincangan yang hangat juga akhirnya menjadi sebuah awal yang indah dalam cerita mereka berdua. Mereka akhirnya berpacaran. Si gadis akhirnya menemukan bahwa si pria itu adalah seorang lelaki yang dapat memenuhi segala permintaannya, dia sangat perhatian, berhati baik, hangat, sangat perduli ... betul-betul seseorang yang sangat baik tapi si gadis hampir saja kehilangan seorang lelaki seperti itu! Untung ada kopi asin! Kemudian cerita berlanjut seperti layaknya setiap cerita cinta yang indah, sang putri menikah dengan sang pangeran dan mereka hidup bahagia selamanya,dan setiap saat sang putri membuat kopi untuk sang pangeran, ia membubuhkan garam di dalamnya, karena ia tahu bahwa itulah yang disukai oleh pangerannya.
Setelah 40 tahun, si pria meninggal dunia, dan meninggalkan sebuah surat yang berkata, "Sayangku yang tercinta, mohon maafkan saya, maafkan kalau seumur hidupku adalah dusta belaka. Hanya sebuah kebohongan yang aku katakan padamu . tentang kopi asin. Ingat sewaktu kita pertama kali jalan bersama? Saya sangat gugup waktu itu, sebenarnya saya ingin minta gula tapi malah berkata garam. Sulit sekali bagi saya untuk merubahnya karena kamu pasti akan tambah merasa tidak nyaman, jadi saya maju terus. Saya tak pernah terpikir bahwa hal itu ternyata menjadi awal komunikasi kita! Saya mencoba untuk berkata sejujurnya selama ini, tapi saya terlalu takut melakukannya, karena saya telah berjanji untuk tidak membohongimu untuk suatu apa pun. Sekarang saya sekarat, saya tidak takut apa-apa lagi jadi saya katakan padamu yang sejujurnya, saya tidak suka kopi asin, betul-betul aneh dan rasanya tidak enak. Tapi saya selalu dapat kopi asin seumur hidupku sejak bertemu denganmu, dan saya tidak pernah sekalipun menyesal untuk segala sesuatu yang saya lakukan untukmu. Memilikimu adalah kebahagiaan terbesar dalam seluruh hidupku. Bila saya dapat hidup untuk kedua kalinya, saya tetap ingin bertemu kamu lagi dan memilikimu seumur hidupku, meskipun saya harus meminum kopi asin itu lagi.
Air mata si gadis betul-betul membuat surat itu menjadi basah. Kemudian hari bila ada seseorang yang bertanya padanya, apa rasanya minum kopi pakai garam? Si gadis pasti menjawab, rasanya manis.
^^^^^^^^^^
Kadang anda merasa anda mengenal seseorang lebih baik dari orang lain, tapi hanya untuk menyadari bahwa pendapat anda tentang seseorang itu bukan seperti yang anda gambarkan. Sama seperti kejadian kopi asin tadi. Tambahkan Cinta dan Kurangi Benci karena terkadang garam terasa lebih manis daripada gula.
Seorang pria bertemu dengan seorang gadis di sebuah pesta, si gadis tampil luar biasa cantiknya, banyak lelaki yang mencoba mengejar si gadis. Si pria sebetulnya tampil biasa saja dan tak ada yang begitu memperhatikan dia, tapi pada saat pesta selesai dia memberanikan diri mengajak si gadis untuk sekedar mencari minuman hangat. Si gadis agak terkejut, tapi karena kesopanan si pria itu, si gadis mengiyakan ajakannya. Dan mereka berdua akhirnya duduk di sebuah coffee shop, tapi si pria sangat gugup untuk berkata apa-apa dan si gadis mulai merasa tidak nyaman dan berkata, "Kita pulang aja yuk...?!?".
Namun tiba-tiba si pria meminta sesuatu pada sang pramusaji, "Bisa minta garam buat kopi saya?" Semua orang yang mendengar memandang dengan ke arah si pria, aneh sekali! Wajahnya berubah merah, tapi tetap saja dia memasukkan garam tersebut ke dalam kopinya dan meminumnya. Si gadis dengan penasaran bertanya, "Kenapa kamu bisa punya hobi seperti ini?" Si pria menjawab, "Ketika saya kecil, saya tinggal di daerah pantai dekat laut, saya suka bermain di laut, saya dapat merasakan rasanya laut, asin dan sedikit menggigit, sama seperti kopi asin ini. Dan setiap saya minum kopi asin, saya selalu ingat masa kanak-kanak saya, ingat kampung halaman, saya sangat rindu kampung halaman saya, saya kangen orang tua saya yang masih tinggal di sana." Begitu berkata kalimat terakhir, mata si pria mulai berkaca-kaca, dan si gadis sangat tersentuh akan perasaan tulus dari ucapan pria di hadapannya itu. Si gadis berpikir bila seorang pria dapat bercerita bahwa ia rindu kampung halamannya, pasti pria itu mencintai rumahnya, perduli akan rumahnya dan mempunyai tanggung jawab terhadap rumahnya. Kemudian si gadis juga mulai berbicara, bercerita juga tentang kampung halamannya nun jauh di sana, masa kecilnya, dan keluarganya.
Suasana kaku langsung berubah menjadi sebuah perbincangan yang hangat juga akhirnya menjadi sebuah awal yang indah dalam cerita mereka berdua. Mereka akhirnya berpacaran. Si gadis akhirnya menemukan bahwa si pria itu adalah seorang lelaki yang dapat memenuhi segala permintaannya, dia sangat perhatian, berhati baik, hangat, sangat perduli ... betul-betul seseorang yang sangat baik tapi si gadis hampir saja kehilangan seorang lelaki seperti itu! Untung ada kopi asin! Kemudian cerita berlanjut seperti layaknya setiap cerita cinta yang indah, sang putri menikah dengan sang pangeran dan mereka hidup bahagia selamanya,dan setiap saat sang putri membuat kopi untuk sang pangeran, ia membubuhkan garam di dalamnya, karena ia tahu bahwa itulah yang disukai oleh pangerannya.
Setelah 40 tahun, si pria meninggal dunia, dan meninggalkan sebuah surat yang berkata, "Sayangku yang tercinta, mohon maafkan saya, maafkan kalau seumur hidupku adalah dusta belaka. Hanya sebuah kebohongan yang aku katakan padamu . tentang kopi asin. Ingat sewaktu kita pertama kali jalan bersama? Saya sangat gugup waktu itu, sebenarnya saya ingin minta gula tapi malah berkata garam. Sulit sekali bagi saya untuk merubahnya karena kamu pasti akan tambah merasa tidak nyaman, jadi saya maju terus. Saya tak pernah terpikir bahwa hal itu ternyata menjadi awal komunikasi kita! Saya mencoba untuk berkata sejujurnya selama ini, tapi saya terlalu takut melakukannya, karena saya telah berjanji untuk tidak membohongimu untuk suatu apa pun. Sekarang saya sekarat, saya tidak takut apa-apa lagi jadi saya katakan padamu yang sejujurnya, saya tidak suka kopi asin, betul-betul aneh dan rasanya tidak enak. Tapi saya selalu dapat kopi asin seumur hidupku sejak bertemu denganmu, dan saya tidak pernah sekalipun menyesal untuk segala sesuatu yang saya lakukan untukmu. Memilikimu adalah kebahagiaan terbesar dalam seluruh hidupku. Bila saya dapat hidup untuk kedua kalinya, saya tetap ingin bertemu kamu lagi dan memilikimu seumur hidupku, meskipun saya harus meminum kopi asin itu lagi.
Air mata si gadis betul-betul membuat surat itu menjadi basah. Kemudian hari bila ada seseorang yang bertanya padanya, apa rasanya minum kopi pakai garam? Si gadis pasti menjawab, rasanya manis.
^^^^^^^^^^
Kadang anda merasa anda mengenal seseorang lebih baik dari orang lain, tapi hanya untuk menyadari bahwa pendapat anda tentang seseorang itu bukan seperti yang anda gambarkan. Sama seperti kejadian kopi asin tadi. Tambahkan Cinta dan Kurangi Benci karena terkadang garam terasa lebih manis daripada gula.
Making Time For A Teenager
by Lee Bridges Clayton Bennett
California, USA
In 1984, I was a painfully insecure teenage girl from a dysfunctional family. I was depressed, underweight, badly groomed, and rejected by my peers. My only solace was to be the stage manager at our school's theater.
One day, actors from the famous Oregon Shakespeare Festival came to perform for the school. One of them was Barry Kraft, and he was unlike anyone I'd ever met. A successful leading actor in the country's best theater companies. A well-known Shakespeare scholar. A published poet. The Oregon State chess champion. A confident, humorous, likable man, held in great esteem by his colleagues.
As I ran around backstage helping him get props organized, he treated me with the casual friendliness and respect that he would show for friends in his living room. Did I like acting? What did I like to study? Where was I thinking of going to college? At first I was flattered, but then I figured he was just making small talk to while away the time before the performance.
He showed up at our drama class and asked everyone to recite a monologue. I had already pegged myself as a loser, so I figured he'd cringe. To my shock, he took me aside after class and said, "Your monologue was the best. That was really very good."
I made it through graduation and got accepted to college. That summer, I traveled with a friend to see Mr. Kraft perform at the Oregon Shakespeare Festival. During one performance, I screwed up my courage and dropped him a note at intermission, saying I was visiting and if he looked he could see us in the 15th row. Almost immediately I regretted sending the note. I thought it was the most presumptuous thing I had ever done.
At the end of the show, he was waiting for me! He smiled broadly and gave me a hug. Then he said, "Would you like to visit backstage?" And off we went. Every time we met someone, he introduced me and said,
"She's a very good performer who was a huge help to me at her school visit."
Afterward, he made sure I got safely back to my motel and wished me success in my studies.
It is difficult to describe how important this man's attention was to me. A successful actor doesn't have to give a depressed teenager the time of day, but he did far more. My confidence had just increased 800 percent; after all, if a man like him could like me, I must not be so bad after all. I went on to a successful college career.
I am now a happily married professional, and whenever I notice an adolescent in need, I remember Barry Kraft. He saw a teenager in need of attention and support, and he took the time help. So now I take the time, too.
by Lee Bridges Clayton Bennett
California, USA
In 1984, I was a painfully insecure teenage girl from a dysfunctional family. I was depressed, underweight, badly groomed, and rejected by my peers. My only solace was to be the stage manager at our school's theater.
One day, actors from the famous Oregon Shakespeare Festival came to perform for the school. One of them was Barry Kraft, and he was unlike anyone I'd ever met. A successful leading actor in the country's best theater companies. A well-known Shakespeare scholar. A published poet. The Oregon State chess champion. A confident, humorous, likable man, held in great esteem by his colleagues.
As I ran around backstage helping him get props organized, he treated me with the casual friendliness and respect that he would show for friends in his living room. Did I like acting? What did I like to study? Where was I thinking of going to college? At first I was flattered, but then I figured he was just making small talk to while away the time before the performance.
He showed up at our drama class and asked everyone to recite a monologue. I had already pegged myself as a loser, so I figured he'd cringe. To my shock, he took me aside after class and said, "Your monologue was the best. That was really very good."
I made it through graduation and got accepted to college. That summer, I traveled with a friend to see Mr. Kraft perform at the Oregon Shakespeare Festival. During one performance, I screwed up my courage and dropped him a note at intermission, saying I was visiting and if he looked he could see us in the 15th row. Almost immediately I regretted sending the note. I thought it was the most presumptuous thing I had ever done.
At the end of the show, he was waiting for me! He smiled broadly and gave me a hug. Then he said, "Would you like to visit backstage?" And off we went. Every time we met someone, he introduced me and said,
"She's a very good performer who was a huge help to me at her school visit."
Afterward, he made sure I got safely back to my motel and wished me success in my studies.
It is difficult to describe how important this man's attention was to me. A successful actor doesn't have to give a depressed teenager the time of day, but he did far more. My confidence had just increased 800 percent; after all, if a man like him could like me, I must not be so bad after all. I went on to a successful college career.
I am now a happily married professional, and whenever I notice an adolescent in need, I remember Barry Kraft. He saw a teenager in need of attention and support, and he took the time help. So now I take the time, too.
From Stranger to Neighbor Story Editor:
by Russ Mulcahy Joyce Schowalter
Florida, USA
In late fall, 2002, I worked for a few weeks renovating our whole house inside. One weekend in October I was working on getting the bathroom ready for the tile to be installed. As I put up the perma-board, I realized I was a sheet short and would need to purchase another one.
My wife and son and I got into our truck and headed for the store. When we entered and arrived at the building department, I explained to a sales person that I needed one sheet of perma-board cut to size. I told him that when I had taken the original three pieces home I was also purchasing eight two by fours. Because perma-board is very stiff, I had used the two by fours to support the perma-board so it wouldn't crack into pieces hanging out of my truck on the way home.
The sales person simply said that they didn't cut this board. My wife and I asked to talk to the manager as we had no other way to get this board home but to use our truck. While we waited, my 5-year-old son needed to use the rest room. I left my wife with the measurements for the cuts, and went off to find the rest room. When I returned, my wife said that the manager had replied that he would not cut the board either.
However, while my wife was waiting for my son and I, she had struck up a conversation with a couple on line waiting to pay for their purchase. The husband offered to cut the board for me if I brought it to his house. I explained that I could cut the board at home -- the problem was I could not fit the board in my truck without a good portion of it hanging out. With the board partly out of the truck, it would crack up from bouncing on the way home and be of no use.
The husband told me he would do the neighborly thing and put the board in his truck which was larger than mine and would carry it safely.
So I helped him load everything into his truck. Then he followed me to my house and helped me carry the board into my garage. I offered him $10.00 for his trouble a few times, but each time he declined it, saying this was his good deed for the week.
In dealing with people who don't care, which seems to be much too frequently these days, we forget that there still are kind people willing to go out of their way to help a stranger. I am grateful to this man who was so willing to help us -- for no other reason than to do the neighborly thing.
by Russ Mulcahy Joyce Schowalter
Florida, USA
In late fall, 2002, I worked for a few weeks renovating our whole house inside. One weekend in October I was working on getting the bathroom ready for the tile to be installed. As I put up the perma-board, I realized I was a sheet short and would need to purchase another one.
My wife and son and I got into our truck and headed for the store. When we entered and arrived at the building department, I explained to a sales person that I needed one sheet of perma-board cut to size. I told him that when I had taken the original three pieces home I was also purchasing eight two by fours. Because perma-board is very stiff, I had used the two by fours to support the perma-board so it wouldn't crack into pieces hanging out of my truck on the way home.
The sales person simply said that they didn't cut this board. My wife and I asked to talk to the manager as we had no other way to get this board home but to use our truck. While we waited, my 5-year-old son needed to use the rest room. I left my wife with the measurements for the cuts, and went off to find the rest room. When I returned, my wife said that the manager had replied that he would not cut the board either.
However, while my wife was waiting for my son and I, she had struck up a conversation with a couple on line waiting to pay for their purchase. The husband offered to cut the board for me if I brought it to his house. I explained that I could cut the board at home -- the problem was I could not fit the board in my truck without a good portion of it hanging out. With the board partly out of the truck, it would crack up from bouncing on the way home and be of no use.
The husband told me he would do the neighborly thing and put the board in his truck which was larger than mine and would carry it safely.
So I helped him load everything into his truck. Then he followed me to my house and helped me carry the board into my garage. I offered him $10.00 for his trouble a few times, but each time he declined it, saying this was his good deed for the week.
In dealing with people who don't care, which seems to be much too frequently these days, we forget that there still are kind people willing to go out of their way to help a stranger. I am grateful to this man who was so willing to help us -- for no other reason than to do the neighborly thing.
Titipan Illahi
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa
sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan
padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya
ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta
kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah
derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya
yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"
(WS Rendra).
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa
sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan
padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya
ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta
kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah
derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya
yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"
(WS Rendra).
SOICHIRO HONDA : "Lihat Kegagalan Saya"
Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi...
Cobalah amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaran ini menyesaki padatnya lalu lintas, sehingga layak dijuluki "raja jalanan".
Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda - diliputi kegagalan. Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.
Di usia 15 tahun , Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat dlm memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, &
diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar.
Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.
Kuliah
Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
"Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" - cikal bakal lahirnya motor Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok.
Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.
Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak me lihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru.
Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 Resep keberhasilan Honda :
1. Selalulah berambisi dan berjiwa muda.
2. Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.
3. Senangilah pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja Anda senyaman mungkin.
4. Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
5. Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ringkasan dari artikel ini adalah carilah, galilah dan temukanlah kebahagiaan dalam diri Anda sendiri. Jangan selalu mencari kebahagiaan external,karena kebahagiaan external tersebut sifatnya sementara.
Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi...
Cobalah amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaran ini menyesaki padatnya lalu lintas, sehingga layak dijuluki "raja jalanan".
Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda - diliputi kegagalan. Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.
Di usia 15 tahun , Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat dlm memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, &
diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar.
Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.
Kuliah
Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
"Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" - cikal bakal lahirnya motor Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok.
Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.
Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak me lihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru.
Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5 Resep keberhasilan Honda :
1. Selalulah berambisi dan berjiwa muda.
2. Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.
3. Senangilah pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja Anda senyaman mungkin.
4. Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
5. Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Ringkasan dari artikel ini adalah carilah, galilah dan temukanlah kebahagiaan dalam diri Anda sendiri. Jangan selalu mencari kebahagiaan external,karena kebahagiaan external tersebut sifatnya sementara.
STANFORD
Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar dan suaminya yang berpakaian
sederhana dan terlihat usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan
dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University dan meminta janji
temu. Sang sekretaris langsung mendapat kesan bahwa orang kampung, udik
seperti ini tidak ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas
berada di Cambridge.
"Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang Pria lembut.
"Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.
"Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.
Selama 4 jam Sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa
pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi ternyata
tidak, dan sang sekretaris mulai frustrasi dan akhirnya memutuskan untuk
melaporkan kepada sang Pimpinan.
"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi,"
katanya pada sang Pimpinan Harvard. Sang pimpinan menghela nafas dengan
geram dan mengangguk. Orang
sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka, tetapi dia tidak
menyukai ada orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di
luar kantornya.
Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.
Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun
pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di
sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin
mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini."
Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh... dia bahkan terkejut.
"Nyonya,"katanya dengan kasar, "Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap
orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu,
tempat ini akan seperti kuburan."
"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "Kami tidak ingin
mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk
Harvard."
Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar
dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah
gedung! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung?! Kami memiliki lebih
dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."
Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang.
Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada
suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai
sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?"
Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.
Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan
perjalanan ke Palo Alto, California, dimana mereka mendirikan sebuah
Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang
anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.
Anda bisa dengan gampang menilai karakter orang lain dengan melihat
bagaimana mereka memperlakukan orang-orang yang mereka pikir tidak dapat
berbuat apa-apa untuk mereka.
Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar dan suaminya yang berpakaian
sederhana dan terlihat usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan
dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University dan meminta janji
temu. Sang sekretaris langsung mendapat kesan bahwa orang kampung, udik
seperti ini tidak ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas
berada di Cambridge.
"Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang Pria lembut.
"Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.
"Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.
Selama 4 jam Sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa
pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi ternyata
tidak, dan sang sekretaris mulai frustrasi dan akhirnya memutuskan untuk
melaporkan kepada sang Pimpinan.
"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi,"
katanya pada sang Pimpinan Harvard. Sang pimpinan menghela nafas dengan
geram dan mengangguk. Orang
sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka, tetapi dia tidak
menyukai ada orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di
luar kantornya.
Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.
Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun
pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di
sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin
mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini."
Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh... dia bahkan terkejut.
"Nyonya,"katanya dengan kasar, "Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap
orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu,
tempat ini akan seperti kuburan."
"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "Kami tidak ingin
mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk
Harvard."
Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar
dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah
gedung! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung?! Kami memiliki lebih
dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."
Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang.
Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada
suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai
sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?"
Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.
Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan
perjalanan ke Palo Alto, California, dimana mereka mendirikan sebuah
Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang
anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.
Anda bisa dengan gampang menilai karakter orang lain dengan melihat
bagaimana mereka memperlakukan orang-orang yang mereka pikir tidak dapat
berbuat apa-apa untuk mereka.
Saturday, February 22, 2003
Bedtime
========
Mom and Dad were watching TV when Mom said, "I'm tired, and it's getting late. I think I'll go to bed."
She went to the kitchen to make sandwiches for the next day's lunches, rinsed out the popcorn bowls, took meat out of the freezer for supper the following evening, checked the cereal box levels, filled the sugar container, put spoons and bowls on the table and started the coffee pot for brewing the next morning.
She then put some wet clothes into the dryer, put a load of clothes into the wash, ironed a shirt and secured a loose button. She picked up the newspapers strewn on the floor, picked up the game pieces left on the table and put the telephone book back into the drawer. She watered the plants,
emptied a wastebasket and hung up a towel to dry.
She yawned, stretched, and headed for the bedroom. She stopped by the desk and wrote a note to the teacher, counted out some cash for the field trip, and pulled a textbook out from hiding under the chair. She signed a birthday card for a friend, addressed and stamped the envelope and wrote a quick note for the grocery store. She put both near her purse.
Mom then creamed her face, put on moisturizer, brushed and flossed her teeth and trimmed her nails.
Hubby called, "I thought you were going to bed."
"I'm on my way," she said.
She put some water into the dog's dish and put the cat outside, then made sure the doors were locked. She looked in on each of the kids and turned out a
bedside lamp, hung up a shirt, threw some dirty socks in the hamper, and had a brief conversation with the one up still doing homework.
In her own room, she set the alarm, laid out clothing for the next day, straightened up the shoe rack. She added three things to her list of things to do for tomorrow.
About that time, the hubby turned off the TV and announced to no one in particular "I'm going to bed,"
. . .and he did.
========
Mom and Dad were watching TV when Mom said, "I'm tired, and it's getting late. I think I'll go to bed."
She went to the kitchen to make sandwiches for the next day's lunches, rinsed out the popcorn bowls, took meat out of the freezer for supper the following evening, checked the cereal box levels, filled the sugar container, put spoons and bowls on the table and started the coffee pot for brewing the next morning.
She then put some wet clothes into the dryer, put a load of clothes into the wash, ironed a shirt and secured a loose button. She picked up the newspapers strewn on the floor, picked up the game pieces left on the table and put the telephone book back into the drawer. She watered the plants,
emptied a wastebasket and hung up a towel to dry.
She yawned, stretched, and headed for the bedroom. She stopped by the desk and wrote a note to the teacher, counted out some cash for the field trip, and pulled a textbook out from hiding under the chair. She signed a birthday card for a friend, addressed and stamped the envelope and wrote a quick note for the grocery store. She put both near her purse.
Mom then creamed her face, put on moisturizer, brushed and flossed her teeth and trimmed her nails.
Hubby called, "I thought you were going to bed."
"I'm on my way," she said.
She put some water into the dog's dish and put the cat outside, then made sure the doors were locked. She looked in on each of the kids and turned out a
bedside lamp, hung up a shirt, threw some dirty socks in the hamper, and had a brief conversation with the one up still doing homework.
In her own room, she set the alarm, laid out clothing for the next day, straightened up the shoe rack. She added three things to her list of things to do for tomorrow.
About that time, the hubby turned off the TV and announced to no one in particular "I'm going to bed,"
. . .and he did.
Friday, February 21, 2003
You Are Special
A CJ well-known speaker started off his seminar by holding up a $100 bill in the room of 200, he asked,
"Who would like this $100 bill?"
Hands started going up.
He said, "I am going to give this $20 to one of you but first let me do this."
He proceeded to crumple the dollar bill up. He then asked, "Who still wants it?"
Still the hands were up in the air.
"Well," he replied, "What if I do this?"
And he dropped it on the ground and started to grind it into the floor with his shoe.
He picked it up, now all crumpled and dirty.
"Now who still wants it?"
Still the hands went into the air.
"My friends, you have all learned a very valuable lesson. No matter what I did to the money, you still wanted it because it did not decrease in value.
It was still worth $20. Many times in our lives, we are dropped, crumpled,and ground into the dirt by the decisions we make and the circumstances that come our way.
We feel as though we are worthless.
But, no matter what has happened or what will happen, you will never lose your value.
You are special - Don't ever forget it!
A CJ well-known speaker started off his seminar by holding up a $100 bill in the room of 200, he asked,
"Who would like this $100 bill?"
Hands started going up.
He said, "I am going to give this $20 to one of you but first let me do this."
He proceeded to crumple the dollar bill up. He then asked, "Who still wants it?"
Still the hands were up in the air.
"Well," he replied, "What if I do this?"
And he dropped it on the ground and started to grind it into the floor with his shoe.
He picked it up, now all crumpled and dirty.
"Now who still wants it?"
Still the hands went into the air.
"My friends, you have all learned a very valuable lesson. No matter what I did to the money, you still wanted it because it did not decrease in value.
It was still worth $20. Many times in our lives, we are dropped, crumpled,and ground into the dirt by the decisions we make and the circumstances that come our way.
We feel as though we are worthless.
But, no matter what has happened or what will happen, you will never lose your value.
You are special - Don't ever forget it!
JADILAH PELUKIS YG BAIK
Alkisah ada seorang anak yang sangat pandai melukis, pada suatu hari di negaranya diadakan pertandingan melukis, anak ini ikut dalam pertandingan tersebut karena hadiahnya sangat besar, yaitu diangkat menjadi pejabat tinggi pemerintah.
Pada pertandingan itu, semua peserta ditugaskan melukis seekor ular, dengan kriteria penilaian lukisan harus semirip mungkin dengan ular dan secepat mungkin menyelesaikan lukisan.
Maka pada hari pertandingan, si anak itu sudah hadir di lapangan pertandingan, siap dengan semua alat lukis nya. Ketika aba aba diberikan, semua peserta serentak mulai melukis. Tak lama kemudian si anak itu selesai melukis seekor ular yang sangat mirip, begitu hidup lukisannya.
Si anak kemudian mendongakan kepalanya, dilihatnya semua peserta lain belum menyelesaikan tugas mereka, maka si anak kemudian menambahkan empat buah kaki di ular lukisannya, sehingga ularnya semakin garang, ditambahkannya tanduk di atas kepala ular, diberinya lidah api menyembur keluar dari mulut ular tersebut. Ketika si anak menyerahkan lukisannya itu ke panitia penilai, semua peserta lain belum menyelesaikan tugas mereka.
Sore hari itu juga pemenang pertandingan diumumkan, pemenangnya adalah anak dari desa lain yang melukis seekor ular kurus yang pucat dan terlihat lemas, sedangkan lukisan anak yang sangat pandai itu dinyatakan diskualifikasi walaupun dia adalah orang yang pertama menyelesaikan tugas.
Panitia memutuskan lukisannya bukan ular, tetapi seekor naga.
Dalam kehidupan kita, sering sekali kita juga terjebak dalam kegiatan seperti anak itu, kita menambahkan hal hal yang kurang perlu dalam aktifitas dan pekerjaan kita sehingga kita tidak dapat meraih predikat juara.
Kadang kita melontarkan kalimat yang menyakitkan orang lain, kadang kita mudah tersinggung, kadang kita terlalu bertele tele ketika memberikan pendelegasian, kadang kita dikurung dalam berbagai praduga, curiga dan kurang percaya, kadang emosi kita terbawa dalam pekerjaan, dan semua itu menyebabkan karya kita bukan lagi lukisan seekor ular, melainkan seekor naga yang menyemburkan api dalam mulutnya.
Alkisah ada seorang anak yang sangat pandai melukis, pada suatu hari di negaranya diadakan pertandingan melukis, anak ini ikut dalam pertandingan tersebut karena hadiahnya sangat besar, yaitu diangkat menjadi pejabat tinggi pemerintah.
Pada pertandingan itu, semua peserta ditugaskan melukis seekor ular, dengan kriteria penilaian lukisan harus semirip mungkin dengan ular dan secepat mungkin menyelesaikan lukisan.
Maka pada hari pertandingan, si anak itu sudah hadir di lapangan pertandingan, siap dengan semua alat lukis nya. Ketika aba aba diberikan, semua peserta serentak mulai melukis. Tak lama kemudian si anak itu selesai melukis seekor ular yang sangat mirip, begitu hidup lukisannya.
Si anak kemudian mendongakan kepalanya, dilihatnya semua peserta lain belum menyelesaikan tugas mereka, maka si anak kemudian menambahkan empat buah kaki di ular lukisannya, sehingga ularnya semakin garang, ditambahkannya tanduk di atas kepala ular, diberinya lidah api menyembur keluar dari mulut ular tersebut. Ketika si anak menyerahkan lukisannya itu ke panitia penilai, semua peserta lain belum menyelesaikan tugas mereka.
Sore hari itu juga pemenang pertandingan diumumkan, pemenangnya adalah anak dari desa lain yang melukis seekor ular kurus yang pucat dan terlihat lemas, sedangkan lukisan anak yang sangat pandai itu dinyatakan diskualifikasi walaupun dia adalah orang yang pertama menyelesaikan tugas.
Panitia memutuskan lukisannya bukan ular, tetapi seekor naga.
Dalam kehidupan kita, sering sekali kita juga terjebak dalam kegiatan seperti anak itu, kita menambahkan hal hal yang kurang perlu dalam aktifitas dan pekerjaan kita sehingga kita tidak dapat meraih predikat juara.
Kadang kita melontarkan kalimat yang menyakitkan orang lain, kadang kita mudah tersinggung, kadang kita terlalu bertele tele ketika memberikan pendelegasian, kadang kita dikurung dalam berbagai praduga, curiga dan kurang percaya, kadang emosi kita terbawa dalam pekerjaan, dan semua itu menyebabkan karya kita bukan lagi lukisan seekor ular, melainkan seekor naga yang menyemburkan api dalam mulutnya.
Love Quote
You will never know true happiness
until you have truly loved,
and you will never understand
what pain really is
until you have lost it.
~ by Anonymous ~
True love cannot be found where it truly does not exist,
Nor can it be hidden where it truly does.
~ by Anonymous ~
Love is like a rumor,
Everyone talks about it,
But no one truly knows.
~ by Anonymous ~
Love is a haunting melody
That I have never mastered
And I fear I never will.
~ by William S. Burroughs ~
True love doesn't have a happy ending:
True love doesn't have an ending.
~ by Anonymous ~
To get the full value of joy
You must have someone to divide it with.
~ by Mark Twain ~
Love is that condition in which
The happiness of another person
Is essential to your own.
~ by Robert A. Heinlein, Stranger in a Strange Land ~
You can give without loving,
But you cannot love without giving.
~ by Amy Carmichael ~
Love doesn't make the world go round,
Love is what makes the ride worthwhile.
~ by Elizabeth Browning ~
The greatest weakness of most humans
Is their hesitancy to tell others,
How much they love them
While they're alive.
~ by O.A. Battista ~
May no gift be too small to give,
nor too simple to receive,
which is wrapped in thoughtfulness
and tied with love.
~ by L.O. Baird ~
The minute I heard my first love story,
I started looking for you, not knowing how blind that was.
Lovers don't finally meet somewhere.
They're in each other all along.
~ by Maulana Jalalu'ddin Rumi ~
Being deeply loved by someone gives you strength,
While loving someone deeply gives you courage.
~ by Lao Tzu ~
Love cannot endure indifference. It needs to be wanted. Like a lamp, it needs to be fed out of the oil of another's heart, or its flame burns low.
~ by Henry Ward Beecher ~
For every beauty there is an eye somewhere to see it. For every truth there is an ear somewhere to hear it. For every love there is a heart somewhere to receive it.
~ by Ivan Panin ~
Love knows no reasons,
love knows no lies.
Love defies all reasons,
love has no eyes.
But love is not blind,
love sees but doesn't mind.
~ by Author unknown ~
Some people come into our lives and quickly go.
Some people move our souls to dance. They awaken us to new understanding with the passing whisper of their wisdom.
Some people make the sky more beautiful to gaze upon.
They stay in our lives for awhile, leave footprints on our hearts, and we are never ever the same.
~ by Flavia Weedn ~
"Sometimes people come into your life and you know right away that they are meant to be there; they serve some sort of purpose, teach you a lesson, or help you figure out who you are."
You will never know true happiness
until you have truly loved,
and you will never understand
what pain really is
until you have lost it.
~ by Anonymous ~
True love cannot be found where it truly does not exist,
Nor can it be hidden where it truly does.
~ by Anonymous ~
Love is like a rumor,
Everyone talks about it,
But no one truly knows.
~ by Anonymous ~
Love is a haunting melody
That I have never mastered
And I fear I never will.
~ by William S. Burroughs ~
True love doesn't have a happy ending:
True love doesn't have an ending.
~ by Anonymous ~
To get the full value of joy
You must have someone to divide it with.
~ by Mark Twain ~
Love is that condition in which
The happiness of another person
Is essential to your own.
~ by Robert A. Heinlein, Stranger in a Strange Land ~
You can give without loving,
But you cannot love without giving.
~ by Amy Carmichael ~
Love doesn't make the world go round,
Love is what makes the ride worthwhile.
~ by Elizabeth Browning ~
The greatest weakness of most humans
Is their hesitancy to tell others,
How much they love them
While they're alive.
~ by O.A. Battista ~
May no gift be too small to give,
nor too simple to receive,
which is wrapped in thoughtfulness
and tied with love.
~ by L.O. Baird ~
The minute I heard my first love story,
I started looking for you, not knowing how blind that was.
Lovers don't finally meet somewhere.
They're in each other all along.
~ by Maulana Jalalu'ddin Rumi ~
Being deeply loved by someone gives you strength,
While loving someone deeply gives you courage.
~ by Lao Tzu ~
Love cannot endure indifference. It needs to be wanted. Like a lamp, it needs to be fed out of the oil of another's heart, or its flame burns low.
~ by Henry Ward Beecher ~
For every beauty there is an eye somewhere to see it. For every truth there is an ear somewhere to hear it. For every love there is a heart somewhere to receive it.
~ by Ivan Panin ~
Love knows no reasons,
love knows no lies.
Love defies all reasons,
love has no eyes.
But love is not blind,
love sees but doesn't mind.
~ by Author unknown ~
Some people come into our lives and quickly go.
Some people move our souls to dance. They awaken us to new understanding with the passing whisper of their wisdom.
Some people make the sky more beautiful to gaze upon.
They stay in our lives for awhile, leave footprints on our hearts, and we are never ever the same.
~ by Flavia Weedn ~
"Sometimes people come into your life and you know right away that they are meant to be there; they serve some sort of purpose, teach you a lesson, or help you figure out who you are."
Subscribe to:
Posts (Atom)